Sabtu, 20 Juni 2020

Dinda November '96- Januari '97 bagian 2

Assalamu'alaikum 
Dinda

"Ini temanku bu" sahut Dinda, "Dia yang mengantarkan Dinda pulang. Namanya Endi dari smp 1" Sambil mengenalkan diriku ke Ibunya Dinda minta ibunya untuk mempersilahkan masuk Aku ke tumahnya. "Masuk dulu nak" Ibu Dinda menawariku. "Bu, maaf saya harus buru-buru pulang, soalnya belum makan" jawabku lugu, karena rasa lapar yang tak tertahan lagi. Karena bingung mau menolak akhirnya kuputuskan memarkir sepedaku ke halaman rumahnya. Ibu Dinda menjamu makan siang yang jarang aku dapatkan di rumah. Biasanya hidangan tempe, sayur bayam, krupuk dan nasi adalah makanan terlezat yang bisa ku santap. Kali ini menunya berbeda, "Ya, الله nikmat apalagi yang bisa kudustakan darimu" petikan ayat Al-Qur'an menggema di kepalaku "Makan, Bismillah".
Disitu Dinda tampak keheranan, telur dan ayam bumbu bali buatan ibunya yang biasa dia makan dan tak pernah habis, aku makan dengan lahap tanpa jeda untuk berbicara dengannya. Seolah sikap yang sama terjadi ketika Dinda memperhatikanku di Gerbang sekolah. Aku tidak sadar sedikitpun kalau Dinda sedang memperhatikanku dengan seksama. Setelah dia mandi dan ganti baju aku tidak sadar kalau dia sudah di meja makan menemaniku. Mungkin saking lahapnya menyantap menu yang tidak biasa membuat Dinda keheranan. Selesai aku tuntaskan makan siangku dengan porsi yang memalukan, setiap kali Ibunya Dinda lewat depan meja makan selalu menawariku untuk nambah nasinya. Dan tidak sadar aku sudah menghabiskan 2 telur ayam dan 2 potong ayam serta sayur yang harusnya untuk Dinda habis aku lahap. 
Sambil menggelengkan kepala Dinda pun bertanya "Kamu kelaparan ?", spontan ku jawab tanpa wajah berdosa "Iya, dari tadi pagi cuma sarapan roti, tadi ada ulangan, jadi bikin nafsu makanku bertambah" dengan lugu sekali aku menimpali pertanyaannya. "eh...aku boleh pulang?" tanyaku. "Tunggu dulu ya, aku selesaikan makanku, kata ibu mau ngajak ngobrol sebentar" jawab Dinda.
"Oh iya deh, aku tunggu di ruang tamu gimana ?" balasku,"jangan dulu deh, temani aku makan dulu sebentar, itu sudah dibuatkan jus buah oleh Mama" jawab Dinda.
Sambil melanjutkan minum jus buah buatan Ibu Dinda, aku lihat sekeliling dinding rumah dan perabotan yang ada. Tanpa sadar dari tadi aku tampak jadi orang yang terheran-heran dengan isi rumah Dinda, yang jauh dari rumah kontrakan kami, yang sebagian besar dikelilingi batako tanpa hiasan bahkan ada sisa bekas kebakaran. Tampak pemandangan yang jauh berbeda sama sekali dengan keadaan rumahku. 

Tidak ada komentar: