Selasa, 06 Desember 2016

Engkau Bukanlah Sebuah Kesalahan. Tak Pernah Aku Menyesal Mengenalmu.

Hari itu aku terpuruk luar biasa, sebagai dampak kesalahan yang pernah aku buat dari cinta yang salah. Iya, pernah mencintai seseorang memang tak salah, namun menemukan seseorang yang tepat untuk kita cintai dan kita perjuangan adalah penting. Jauh dari waktu aku terluka pertama kali, aku merasa sudah waktunya mencari yang tepat.

2008, الله meletakkan takdir ku di sebuah kota yang bernama Malang. Entah kenapa kota itu disebut "malang", apakah banyak nasib sial atau karena letaknya berada ditengah gunung dan bukit, 'Aku tak tahu!'. Disini awal aku bertemu dengan teman se-kantor yang memiliki keahlian dibidang jaringan komputer dan sekaligus rekan kerja yang mampu untuk ditanya, apabila aku ingin mempelajari hal baru dibidang jaringan komputer. Namanya Aditya (Almarhum), sebagai teman aku juga sering bercerita dari hati ke hati termasuk soal mencari jodoh.

Adit, biasa aku memanggilnya, mengajak ku untuk bertemu dengan temannya namanya Nanda. Dari Nanda inilah akhirnya aku dipertemukan dengan seorang wanita yang pantas untuk aku lamar nantinya. Di teras depan, aku dan Adit menunggu seorang wanita yang akan diperkenalkan. Selang 15 menit, akhirnya muncul sosok bayangan wanita yang keluar dari kamarnya. "Kenalkan mas" kata Nanda, "ini Vita dan Maya". Tak lama kemudian Nanda berpamitan untuk pulang setelah karena ada keperluan lain. Perbincangan yang sifatnya masih berkenalan tentang siapa aku dan Vita, tidak terlalu lama hanya 30 menit saja. Pokok yang penting adalah tujuanku untuk mencari jodoh sudah sempat aku sampaikan.

Awal pertemuan yang singkat tidaklah meninggalkan apa-apa, kecuali niat dan keinginan untuk mewujudkan niat tersebut. "  ان شاء الله, apabila memang ada jodoh yang baik, saya siap" pesan terakhir sebelum kami berpisah. Pada kesempatan kedua, aku berusaha memperkenalkan diriku lebih jauh agar Vita mendapatkan gambaran lebih jelas, serta aku minta Adit maupun Nanda memberikan keterangan tentang diriku apabila ada pertanyaan dari dik Vita. ...

Bersambung

Sabtu, 12 November 2016

Hikmah Perjalanan Hidup

Sebuah lajur kehidupan yang dikatakan tepat sebenarnya tidak ada. Persepsi memunculkan dugaan dan hipotesa masing-masing akal dan pikiran manusia ke arah yang berbeda-beda. Kekuatan untuk bersepakat diantara manusia-lah yang akhirnya menyatukan ke semuanya. Anehnya kecenderungan keturunan berikutnya selalu salah mengira karena tidak pernah asal-usul dari sesuatu mufakat itu tercipta atau dibuat.

Satu contoh adalah sekolah atau kuliah atau suatu sistem pengajaran tentang ilmu. Pertanyaannya kenapa harus sekolah atau kuliah? Jawabnya bisa beragam salah satunya adalah mencari Ilmu. Saya katakan itu kebohongan yang dibuat untuk menipu diri sendiri untuk menutupi tujuan sebenarnya, ya, to get money. Hal itu sebenarnya mudah dikatakan tapi sulit sekali untuk mengatakannya. Beberapa orang mengatakan harus ada sekolah untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas. Sementara, fakta terkait tentang sekolah bahwa semua orang yang lulus dan mendapat ijazah berarti diakui dia berpendidikan atau memiliki derajat setingkat dengan pendidikan yang ia tempuh. Tujuan asli dari sekolah adalah anda diminta lulus entah dengan membayar cash atau dengan beasiswa itu terserah anda, apakah anda dapat ilmu setelahnya dan bisa menggunakan  keilmuan tersebut atau tidak, sungguh tidak ada garansi atas hal tersebut.

Bukankah mencari Ilmu bisa diperoleh dimanapun anda berada?! Bukankah prioritas pencarian Ilmu hakiki-nya ada?! Bila memang cukup sekolah tinggi atau ijazah untuk menentukan keilmuan atau kepandaian seseorang tentu bisa saja orang yang bersekolah dengan yang tertulis namanya di ijazah adalah orang yang berbeda tapi diakui pendidikannya setingkat ijazah yang diperoleh, maka apa guna ijazah yang didapatkan kalau hanya memiliki ijazah tersebut tanpa mengerti ilmu sebagai pertanggungjawaban dari ijazah tersebut. Artinya tujuan sekolah menjadikan orang berilmu menjadi salah. Ijazah bak barang gadai yang dilelang asalkan memenangkan lelang tersebut dengan dominasi uang yang banyak maka dia jadi pemenang.

Banyak teman dan rekan sejawat salah mengartikan tujuan sekolah, sehingga tersesat dalam kondisi dunia yang selalu menuntut seseorang untuk menempatkan "mencari uang" sebagai kegiatan prioritas hidup seseorang. Keanehan terjadi ketika orang tersebut beragama tapi segenap waktunya memprioritaskan hanya untuk mencari uang, uang dan uang. Baru ingat kalau punya setelah ajal akan menjemput, serius itu aneh.. Dan masih banyak orang dibingungkan dengan kehidupan di dunia ini. Ingatlah...Tujuan kita hidup didunia ini untuk mempersiapkan segala sesuatu yang pasti terjadi setelah mati...Believe it or not, I'm sure all mankind and creature that has life would be died. Kenapa kita tidak sempat untuk mengajarkan pada anak turun kita bahwasanya hidup adalah sebanyak-banyaknya bekal yang akan kita bawa untuk mati, bukan harta, tahta ataupun kembang dan pemanis dunia yang akan kita bawa mati. Semoga kita sadar bekal apa yang harus kita bawa untuk mati nanti.

Minggu, 28 Agustus 2016

Perjuangan Tak Pernah Mati.

Lalu lintas pikiran di kepalaku semakin ramai dan susah diatur. Kehilangan fokus menjadi hal yang wajar. Pahit getir kehidupan benar-benar hebat dan tak pernah terbayangkan. Anehnya kesemua itu yang mengantarkan aku sampai ditempat ku sekarang.
Hancur berkeping-keping, lalu menyatukan kembali kepingan demi kepingan, terus bangkit berdiri seolah tak berhenti. Sudah sepertiga abad aku hidup, ternyata hidup belum juga tersenyum padaku. Se-onggok wadah berisi barisan masalah berjajar rapi sedang menertawakan ku. Hmmm....dulu aku sering kalah dengan tawa mereka, tapi kali ini aku yang akan menertawakan mereka sebagai sebab ketidakwarasanku untuk melindungi yang aku cintai dan berjuang habis-habisan agar mereka senantiasa mendapatkan hidup yang lebih baik di masa yang akan datang.
Hembusan angin malam yang gaduh dengan membawa rasa dingin menjalar ke seluruh tubuhku. Malam ini aku tidur tanpa sadar, begitu lelahnya hari ini dengan berbagai hal yang harus aku kerjakan. "Anakku, kelak jadilah orang hebat yang melebihi ayah...", pesan terakhir sebelum aku tertidur malam ini. "Janganlah jadi seperti ayah yang bersusah payah harus menebus kesalahan ayah di masa lalu". "Kelak kau bisa menjadi orang yang faqih dan tidak tersilap dengan kehidupan di dunia ini".
Goresan tinta digital pada layar terakhir adalah bab 1 dari Tesis yang harus aku selesaikan, Aku berharap bisa segera menyelesaikan study ini tepat waktu. Namun demikian, usahaku tidak berujung gembira, dengan terpaksa aku menundanya, karena derita Anak-ku membawaku kembali ke lentera yang terang dengan wanita berbaju putih sebagai penjaga dan langit-langit yang sama yang harus ku jumpai setiap bulan bersama-mu, Anakku. "Doakan ayah tetap kuat menjagamu".
Harapan untuk selesai tepat waktu akhirnya ku abaikan, demi mengejar kelulusan istriku, tak pelak aku memaksakan diri mengerjakan skripsi dan tesis secara bersamaan. Enam-belas April menjadi saksi bisu dari perjuangan lelahku untuk orang yang ku cintai dan Mei menjadi jawaban akhir dari study-ku. Sambil menunggu peresmian nanti di Oktober, hidup pun masih berlanjut dan perjuangan tidak pernah mati.

Senin, 25 April 2016

Bulan Purnama 1983 (Fiksi) (bagian 1)

Dia pun bercerita, "Kenalkan Namaku Dian Wulandari, ayahku memberi nama itu karena aku sang putri rembulan", huuu...teriakkan teman sekelas menyambutnya. Dia datang dengan membawa kepercayaan tentang putri dongeng yang pernah ia impikan. "Udin..., jangan bikin masalah saja!" ya itu nama panggilanku. Seorang penggemar cerita dongeng pangeran dan putri dari Istana. "Sebentar aku punya ide, biar bisa kenalan dengan sang putri!" kataku, "Din, kamu jangan bikin masalah lagi!" kata Rosihan. Rosihan teman ku yang selalu mengingatkanku supaya tidak buat yang macam-macam. Dia adalah teman SD-ku yang datang dari perantauan. Rosihan juga tahu kisah masa kecilku yang pernah menjadi perhelatan akbar di arena kampung halamanku. Ya, cerita tentang...."Udinnn....., cepetan ambil bantuin ember, jangan diam saja habis bakar rumah..." suara Pak RT yang kebigungan setelah aku berhasil dengan percobaan korek apiku. Yah, benar rumahku terbakar hampir separuh rumah ludes terbakar dan aktor yang terkenal itu adalah aku. Kemudian julukan "Anak Pak Mamik yang jago Bakar Rumahpun" terkenal seantero kampung. Semua hampir mengenalku gara-gara itu. Tak luput temanku yang satu ini, hmmm, selalu mengingatkanku untuk tidak berbuat onar. "Sebentar ideku ini, tidak akan seperti biasanya, ini lain han..!", "Asal tidak mempermalukanku dan khususnya kau ini, buatku tidak masalah" sambut rosihan. 

Berikutnya rencanapun dijalankan. Sembari jalan melenggang usai pelajaran matematika aku mendekati Dian, "ehmm...Dian", "Ada apa Din" Dian pun membalas. "Rosihan titip salam tuh, terus mau ngirim puisi yang isinya pertanyaan..." sengaja aku berdalih kalau itu buatan rosihan, sambil nyengir aku buat semua reka adegan bak seorang pangeran yang akan melantukkan saja untuk sang putri.

red puisi: 
Wahai putri, kemenangan harimu tidak kami tahu, bilakah ada, bagikanlah kepada kami... 
Wahai putri, bila ada kesempatan berkunjung, ijinkanlah kami tahu tempat kami harus berkunjung... 
Wahai putri, adakah cerita tentang dirimu sesuai dengan namamu yang indah... 
Wahai putri, Tolong engkau jawab dengan kerendahan hati tuan putri yang anggun. 

Tidak lama, gombalanku berhasil. Secarik kertas dan pensil di kotak peralatan sekolah pun ia ambil. Di tuliskan lengkap nama lengkapnya, alamat rumah dan cerita dibalik namnya. Padahal tidak semua murid bisa mengalahkan angkuhnya, tuan putri ini, bahkan sekeping uang receh-pun bisa dihitung dengan benar. Serba detil, akurat, dan tidak mau kalah..itulah sosok tuan putri yang sebenarnya.
red : 
Nama ku: Dian Wulandari 
Tanggal Lahir: 2 Juli 1983 
Alamat: Desa Ngreco, gang 5, rumah besar dengan tanaman anggrek didepan rumah, jangan lupa ada Gelombang Cinta-nya. 

Dian bermakna keindahan, putri nan cantik jeilta Wulan berarti Bulan Dari maksudnya Dadari dalam istilah jawa untuk menyebut purnama 
"SANG PUTRI BULAN PURNAMA NAN CANTIK JELITA

Dian memberikan secarik kertas itu dengan senyum penuh makna dan maksud yang jelas. "Sampaikan ini untuk pangeranku Ya!"...lalu aku pergi sambil tersenyum, " Tentu, jangan kuatir". Rencana berjalan lancar, rosihan-pun kaget setelah aku kasih tahu..hehe. 
"Ternyata wajah ganteng mu memang ada manfaatnya, syukurlah karena wajah yang ganteng memang dibutuhkan untuk rencana ini". "Din, Ingat jangan sampai Dian jadi benci sama aku, kan ini semua rencanamu" rosihan memberi peringatan cukup keras, "tenang dijamin aman, toh kelas sebelah kan g tahu menahu asal-usul ceritanya..hehe" pikirku singkat dan segera menuju tahap berikutnya. 

Selain aku harus hidup, berjuang untuk sekolah, maka jual informasi untuk buat jajan bolehlah. Rosihan sendiri tidak tahu kalau untuk masalah ini aku memilih dualisme. Karena sang putri yang angkuh ini cukup banyak penggemar di sekolah, jadi informasi tentang sang putri ada harganya, bagaimana tidak dari kampungnya sudah dapat sebutan sebagai Bunga Desa. Nah, akhirnya informasiku-pun terjual dengan baik tanpa kusadari bahwa suatu saat Dian akan mendapatkan masalah karena hal ini. 

Dengan membawa nama Rosihan,"Din, kemarin aku tidak datang ke tempat yang kamu janjikan ke Dian untuk ketemu" karena dari awal Rosihan tidak setuju dengan ideku (Maaf, temanku yang satu ini juga termasuk sombaong dengan ketampanannya ... :( ) ."Lah terus gimana?, waduh mana tempatnya mungkin dia kesusahan nyari!, Duh cilaka aku!"..."Ya ALLAH semoga tidak terjadi apa-apa sama Dian.", Aku-pun buru-buru menengok keluar jendela untuk memastikan Dian tetap masuk sekolah hari ini. Dengan was-was dan komat-kamit tidak karuan, sementara pekerjaan rumah hari ini belum selesai semua, wah bubar deh...tiba-tiba Emma nyeletuk "Din lu ngapain?" aku segera menyambar pertanyaannya dengan pertanyaanku "Em, hari ini Dian masuk ndak?", "Emang kenapa?" balas Emma."Ehmm....itu Em", "itu apa? yang jelas!" bentaknya. Emma merupakan sohib dari Dian yang paling dekat, tomboy, energik, suka berantem sama anak laki-laki sekalipun dia cewek tidak berarti harus kalah dengan cowok itu mottonya. 
"Gini Em, kemarin Dian katanya janjian gitu sama cowok tapi...", "Ooww elu ya yang kemarin bikin mbak Dian hampir celaka, untung gw disana"... Sembari mengangkat tangan hendak memukulku, "Stop!", Rosihan segera melerai perkelahian itu. "Sudah jangan diteruskan sebentar lagi masuk kelas", seperti suara vespa milik bapaknya Dian, dalam hati aku berkata tumben sampai di depan ruang kelas,biasanya hanya sampai gerbang sekolah. "Ah..." aku terkejut sang putri datang dipapah masuk kelas. Ternyata kaki Dian terkilir, keseleo berat, Rosihan-pun datang segera menghampiri sang putri untuk menggantikan ayah sang putri untuk membantunya. Ayah Dian berpesan untuk membantu Dian selama belajar di kelas, karena kakinya belum sembuh benar. Balutan pengikat warna coklat, bekas pijatan dan bau minyak urut-pun tercium. Seperti biasa Rosihan dengan tenang mengatakan pada sang putri," Maafkan aku ya Dian, kemarin aku enggak datang sampai terjadi peristiwa ini", "emang kenapa? apakah ucapan Udin hanya tipuan, Dasar Udin suka ngibul!" balas sang putri dengan menatap ke wajahku dengan muka marah serta getir-nya ancaman matanya padaku. "Maaf Dian, bukan begitu!" Rosihan berusaha menenangkan sang putri. "Aku kemarin bantu orang tuaku untuk kemas-kemas barang yang di rumah, mungkin nanti aku lanjutkan ceritanya waktu istirahat nanti". 

Peristiwa pagi yang mengejutkan sekali untukku. Wajah Dian yang murka ketika menatapku benar-benar aku ingat. "Ya ALLAH, Ampunilah aku" doaku, kali ini Sang putri benar-benar marah padaku. Wajahnya yang cantik tampak berpaling dengan pandangan yang pahit menusuk hatiku.